Model etika dalam bisnis, sumber nilai etika dan faktor-faktor yang mempengaruhi etika manajerial
Immoral Manajemen
Immoral manajemen merupakan tingkatan terendah dari model manajemen dalam menerapkan prinsip-prinsip etika bisnis. Manajer yang memiliki manajemen tipe ini pada umumnya sama sekali tidak mengindahkan apa yang dimaksud dengan moralitas, baik dalam internal organisasinya maupun bagaimana dia menjalankan aktivitas bisnisnya. Para pelaku bisnis yang tergolong pada tipe ini, biasanya memanfaatkan kelemahan-kelemahan dan kelengahan-kelengahan dalam komunitas untuk kepentingan dan keuntungan diri sendiri, baik secara individu atau kelompok mereka. Kelompok manajemen ini selalu menghindari diri dari yang disebut etika. Bahkan hukum dianggap sebagai batu sandungan dalam menjalankan bisnisnya.
Amoral Manajemen
Tingkatan kedua dalam aplikasi etika dan moralitas dalam manajemen adalah amoral manajemen. Berbeda dengan immoral manajemen, manajer dengan tipe manajemen seperti ini sebenarnya bukan tidak tahu sama sekali etika atau moralitas. Ada dua jenis lain manajemen tipe amoral ini, yaitu Pertama, manajer yang tidak sengaja berbuat amoral (unintentional amoral manager). Tipe ini adalah para manajer yang dianggap kurang peka, bahwa dalam segala keputusan bisnis yang diperbuat sebenarnya langsung atau tidak langsung akan memberikan efek pada pihak lain. Oleh karena itu, mereka akan menjalankan bisnisnya tanpa memikirkan apakah aktivitas bisnisnya sudah memiliki dimensi etika atau belum. Manajer tipe ini mungkin saja punya niat baik, namun mereka tidak bisa melihat bahwa keputusan dan aktivitas bisnis mereka apakah merugikan pihak lain atau tidak. Tipikal manajer seperti ini biasanya lebih berorientasi hanya pada hukum yang berlaku, dan menjadikan hukum sebagai pedoman dalam beraktivitas. Kedua, tipe manajer yang sengaja berbuat amoral. Manajemen dengan pola ini sebenarnya memahami ada aturan dan etika yang harus dijalankan, namun terkadang secara sengaja melanggar etika tersebut berdasarkan pertimbangan-pertimbangan bisnis mereka, misalnya ingin melakukan efisiensi dan lain-lain. Namun manajer tipe ini terkadang berpandangan bahwa etika hanya berlaku bagi kehidupan pribadi kita, tidak untuk bisnis. Mereka percaya bahwa aktivitas bisnis berada di luar dari pertimbangan-pertimbangan etika dan moralitas.
Widyahartono (1996:74) mengatakan prinsip bisnis amoral itu menyatakan “bisnis adalah bisnis dan etika adalah etika, keduanya jangan dicampur-adukkan”. Dasar pemikirannya sebagai berikut :
Bisnis adalah suatu bentuk persaingan yang mengutamakan dan mendahulukan kepentingan ego-pribadi. Bisnis diperlakukan seperti permainan (game) yang aturannya sangat berbeda dari aturan yang ada dalam kehidupan sosial pada umumnya.
Orang yang mematuhi aturan moral dan ketanggapan sosial (sosial responsiveness) akan berada dalam posisi yang tidak menguntungkan di tengah persaingan ketat yang tak mengenal “values” yang menghasilkan segala cara.
Kalau suatu praktek bisnis dibenarkan secara legal (karena sesuai dengan aturan hukum yang berlaku dan karena law enforcement-nya lemah), maka para penganut bisnis amoral itu justru menyatakan bahwa praktek bisnis itu secara “moral mereka” (kriteria atau ukuran mereka) dapat dibenarkan. Pembenaran diri itu merupakan sesuatu yang ”wajar’ menurut mereka. Bisnis amoral dalam dirinya meskipun ditutup-tutupi tidak mau menjadi “agen moral” karena mereka menganggap hal ini membuang-buang waktu, dan mematikan usaha mencapai laba.
Moral Manajemen
Tingkatan tertinggi dari penerapan nilai-nilai etika atau moralitas dalam bisnis adalah moral manajemen. Dalam moral manajemen, nilai-nilai etika dan moralitas diletakkan pada level standar tertinggi dari segala bentuk prilaku dan aktivitas bisnisnya. Manajer yang termasuk dalam tipe ini hanya menerima dan mematuhi aturan-aturan yang berlaku namun juga terbiasa meletakkan prinsip-prinsip etika dalam kepemimpinannya. Seorang manajer yang termasuk dalam tipe ini menginginkan keuntungan dalam bisnisnya, tapi hanya jika bisnis yang dijalankannya secara legal dan juga tidak melanggar etika yang ada dalam komunitas, seperti keadilan, kejujuran, dan semangat untuk mematuhi hukum yang berlaku. Hukum bagi mereka dilihat sebagai minimum etika yang harus mereka patuhi, sehingga aktifitas dan tujuan bisnisnya akan diarahkan untuk melebihi dari apa yang disebut sebagai tuntutan hukum. Manajer yang bermoral selalu melihat dan menggunakan prinsip-prinsip etika seperti, keadilan, kebenaran, dan aturan-aturan emas (golden rule) sebagai pedoman dalam segala keputusan bisnis yang diambilnya.
Hubungan Agama, Etika dan Nilai
Nilai agama atau Norma Agama adalah peraturan hidup yang harus diterima manusia sebagai perintah-perintah, larangan larangan dan ajaran-ajaran yang bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa. Pelanggaran terhadap norma ini akan mendapat hukuman dari Tuhan Yang Maha Esa berupa “siksa” kelak di akhirat.
Norma-norma itu mempunyai dua macam isi, dan menurut isinya berwujud: perintah dan larangan. Apakah yang dimaksud perintah dan larangan menurut isi norma tersebut? Perintah merupakan kewajiban bagi seseorang untuk berbuat sesuatu oleh karena akibat-akibatnya dipandang baik. Sedangkan larangan merupakan kewajiban bagi seseorang untuk tidak berbuat sesuatu oleh karena akibat-akibatnya dipandang tidak baik.
Contoh norma agama ini diantaranya ialah:
- Beribadah sesuai dengan agama dan keyakinan.
- Beramal saleh dan berbuat kebajikan.
- Mencegah, melarang, dan tidak melakukan perbuatan maksiat, keji, dan mungkar.
Norma agama yang berasal dari Tuhan ini bertujuan untuk menyempurnakan keadaan manusia agar menjadi baik,dan tidak menyukai adanya kejahatan-kejahatan yang terjadi. Norma ini tidak di tujukan kepada sikap lahir, tetapi pada sikap batin manusia yang di harapkan batin tersebut sesuai dengan norma agama yang ia yakini sebagai sebuah kepercayaan. Norma agama ini hanya memberikan kewajiban kepada manusia tanpa memberi hak kepada mereka, mereka harus mentaati dan melaksanakan norma agama tersebut.
Maka hubungannya ialah sebagai berikut: dasar dari etika dan etiket ialah filsafat tentang perilaku yang baik dan yang buruk. Etika berhubungan erat dengan norma seperti tata cara, kebiasaan, sopan santun, dan adat. Norma ialah perwujudan dari nilai-nilai. Sehingga nilai dan norma sangat penting untuk membentuk suatu etika. Dengan adanya nilai dan norma akan dapat membuat lingkungan bertindak sesuai etika yang berlaku dalam lingkungan masyarakat.
Leadership
Kita sering mendengar soal leadership. Namun, banyak definisi yang diperoleh. Pemikiran tentang leadership prinsipnya sama, tetapi bagaimana mewujdukan sehingga yang dipimpin melakukan itu yang mungkin terlihat rada berbeda-beda.
Kepemimpinan atau leadership ada yang mengatakan kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang-orang lain agar bekerjasama sesuai dengan rencana demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian kepemimpinan memegang peranan yang sangat penting dalam manajemen, bahkan dapat dinyatakan, kepemimpinan adalah inti dari managemen.
Ada juga yang menjelaskan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan memperoleh konsensus dan keikatan pada sasaran yang sama, melampaui syarat. Namun, yang paling hakiki dari leadership adalah leader yang driven dan passionate. Driven dalam artian berorientasi hasil dan mampu meyakinkan orang. Passionate dalam artian mampu menggerakkan orang-orang sehingga mereka mampu mencapai tujuan mereka.
Jika dia tidak mampu melakukan hal itu, dengan meninggalkan aspek otoriter, meeka masih dikategorikan manajer. Dr. Roeslan Abdulgani: Seorang pemimpin harus memiliki kelebihan dalam 3 hal dari orang-orang yang dipimpinnya : – Kelebihan dalam bidang ratio: Pemimpin harus memiliki pengetahuan tentang tujuan dan asas organisasi yang dipimpinnya. Memiliki pengetahuan tentang cara-cara untuk menjalankan organisasi secara efisien.
Dan, dapat memberikan keyakinan kepada orang-orang yang dipimpin ke arah berhasilnya tujuan. – Kelebihan dalam bidang rohaniah: Pemimpin harus memiliki sifat-sifat yang memancarkan keluhuran budi, ketinggian moral, dan kesederhanaan watak. -Kelebihan dalam bidang lahiriah/jasmaniah: Dengan kelebihan ketahanan jasmaniah ini seorang pemimpin akan mampu memberikan contoh semangat dan prestasi kerja sehari-hari yang baik kepada orang-orang yang dipimpin. Namun, terpenting, pemimpin tahu apa itu nilai-nilai kepemimpinan.
Strategi dan performasi
Etika bisnis dalam perusahaan memiliki peran yang sangat penting, yaitu untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai (value-creation) yang tinggi, diperlukan suatu landasan yang kokoh. Biasanya dimulai dari perencanaan strategis , organisasi yang baik, sistem prosedur yang transparan didukung oleh budaya perusahaan yang andal serta etika perusahaan yang dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen.
Karakter individu
Permasalahan individual dalam etika bisnis adalah pertanyaan yang muncul seputar individu tertentu dalam perusahaan. Masalah ini termasuk pertanyaan tentang moralitas keputusan, tindakan dan karakter individual.
Secara umum, prinsip-prinsip yang berlaku dalam bisnis yang baik sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari kehidupan kita sebagai manusia, dan prinsip-prinsip ini sangat erat terkait dengan sistem nilai yang dianut oleh masing-masing masyarakat.
Budaya organisasi
Konsep etika bisnis tercermin pada corporate culture (budaya perusahaan). Menurut Kotler (1997) budaya perusahaan merupakan karakter suatu perusahaan yang mencakup pengalaman, cerita, kepercayaan dan norma bersama yang dianut oleh jajaran perusahaan. Hal ini dapat dilihat dari cara karyawannya berpakaian, berbicara, melayani tamu dan pengaturan kantor
Dasar pemikiran:
Suatu perusahaan akan memiliki hak hidup apabila perusahaan tersebut memiliki pasar, dan dikelola oleh orang-orang yang ahli dan menyenangi pekerjaannya. Agar perusahaan tersebut mampu melangsungkan hidupnya, ia dihadapkan pada masalah :
- Intern,misalnya masalah perburuhan
- Ekstern,misalnya konsumen dan persaingan
- Lingkungan, misalnya gangguan keamanan
Pada dasarnya ada 3 hal yang dapat membantu perusahaan mengatasi masalah di atas
- Perusahaan tersebut harus dapat menemukan sesuatu yang baru.
- Mampu menemukan yang terbaik dan berbeda
- Tidak lebih jelek dari yang lain
Untuk mewujudkan hal tersebut perlu memiliki nilai-nilai yang tercermin pada :
- Visi
- Misi
- Tujuan
- Budaya organisasi, pada budaya organisasi terdapat unsur :
- Memecahkan masalah baik internal maupun eksternal organisasi
- Budaya tersebut dapat ditafsirkan secara mendalam
- Mempunyai persepsi yang sama
- Pemikiran yang sama
- Perasaan yang sama
sumber : https://aangsurya.wordpress.com/2015/10/19/model-etika-dalam-bisnis-sumber-nilai-etika-dan-faktor-faktor-yang-mempengaruhi-etika-manajerial/